Oleh: Muhammad Naufal Aakif
(Santri Pondok Pesantren Tasywiqul Furqon)
Membuka warung (makan) saat Ramadan, masih menjadi fenomena yang sering kita lihat. Sehingga kondisi itu memunculkan pertanyaan, mengapa fenomena itu terjadi dan bagaimana fikih menyikapinya?
Adanya fenomena warung makan masih buka saat Ramadan, umumnya agar masih ada pendapatan. Sebab, itu terkait keberlangsungan warung makan yang dikelola.
Namun tak ayal, hal itu juga memunculkan pandangan negatif dari banyak orang, karena pada momentum puasa Ramadan, warung makan masih buka.
Sebab, kondisi itu bisa dimnafaatkan orang sengaja tidak puasa tanpa alasan yang membolehkannya tidak puasa, untuk makan di warung tersebut.
Lantas, bagaimankah hukum membuka warung makan pada saat Ramadan?
Sebenarnya, membuka warung makan saat Ramadan, tidak dilarang. Dengan catatan, warung itu ditujukan untuk melayani orang-orang yang memang berhalangan menjalankan puasa.
Namun jika pemilik warung makan sengaja membuka warung dan melayani orang (Muslim) yang sengaja tidak menjalankan puasa, maka hukumnya adalah haram.
Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam al Quran: “Dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnyya Alllah teramat berat siksanya.” (QS. Al Maidah : 2)
Ayat tersebut di atas secara tegas menjelaskan, bahwa kita dilarang melakukan tolong menolong dalam hal maksiat atau berbuat dosa.
Dalam salah satu hadis Nabi juga terangkan: “Barang siapa yang memberikan petunjuk dalam kejelekan, maka dia akan mendapat dosa dari perbuatan jelek tersebut dan dari dosa dari orang yang mengamalkannnya setelah itu, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.” HR Muslim)
Pada intinya, dalam kasus pemilik warung makan tetap membuka warungnya saat Ramadan, tidak diperbolehkan jika tujuannya untuk melayani orang-orang (Muslim) yang dengan sengaja tidak menjalankan puasa.
Namun membuka warung makan itu tidak dilarang, jika ditujukan untuk melayani orang-orang yang berhalangan menjalankan puasa Ramadan seperti para pekerja berat, ibu menyusui dan musafir. (*)