Oleh: Muhammad Dliyaul Kamil
Salat tarawih ialah salah satu amalan yang dapat dilakukan selama Ramadan. Salat ini dapat dilakukan di mana saja, baik di rumah, musala maupun masjid. Baik laki-laki maupun perempuan dapat melakukan salat sunnah ini.
Tarawih dilaksanakan pada malam hari pada saat Ramadan saja. Kemuliaan Ramadan, menyebabkan kekhususan pada salat ini.
Dalam pelaksanaannya, salat tarawih ini dapat dikerjakan mulai dari setelah salat Isyak sampai terbitnya fajar (sebelum Shubuh). Biasanya masyarakat Indonesia melaksanakan salat tarawih ini setelah salat Isyak.
Pada mulanya, salat tarawih dikerjakan secara individual oleh umat Islam. Baru di masa Khalifah Umar bin Khattab, umat Islam dianjurkan melaksanakan salat tarawih secara berjamaah di masjid.
Anjuran Khalifah Umar bin Khattab tersebut, tak lain untuk menghidupkan malam-malam pada Ramadan dan juga sebagai syiar Islam.
Namun mengenai jumlah rakaat dari salat tarawih ini, tidak ada hadis sahih yang menerangkan secara jelas berapa banyak jumlah rakaatnya.
Kemudian terjadi ijtima’ (kesepakatan) di antara para Sahabat Nabi mengenai jumlah rakaat salat tarawih, yakni 20 rakaat.
Hasil dari ijtima’ para Sahabat Nabi itu dapat dijadikan sebagai dasar, landasan hukum Islam setelah Al-Quran dan hadis.
Sebagaimana dikemukakan oleh Imam Romli, “Salat Tarawih itu 20 rakaat dengan 10 salam pada setiap malam dari malam-malam Ramadan, karena para Sahabat mendirikan salat tarawih pada masa Umar bin Khattab selama Ramadan 20 rakaat.”
Dari ijtima’ para Sahabat di masa khalifah Umar bin Khattab itu, juga disepakati oleh seluruh ulama dari keempat mazhab, baik dari Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali.
Bahkan terdapat pendapat yang mengatakan, bahwa bilangan rakaat salat tarawih adalah 36 rakaat. Pendapat ini berdasar pada kebiasaan para penduduk Kota Madinah. Namun pendapat ini tidak digunakan selain penduduk Kota Madinah.
Ada juga ulama yang berpendapat bahwa salat tarawih ini delapan rakaat. Namun pendapat ini tentu berbeda dengan ijtima’ para Sahabat di masa Khalifah Umar bin Khattab. Dan juga berbeda dengan pendapat empat imam madzhab.
Sekilas ijtima’ tentang jumlah rakat salat tarawih di masa Khalifah Umar bin Khattab ini termasuk bid’ah, namun ini tidak menjadi permasalahan. Bahkan Sahabat Umar bin Khattab sendiri mengatakan: salat tarawih yang telah disepakati (jumlah rakaatnya, red) oleh para Sahabat merupakan bid’ah yang paling baik. (*)
Muhammad Dliyaul Kamil, santri Pondok Pesantren Tasywiqul Furqon, Kajeksan, Kota, Kudus.