Oleh: Muammad Aufal Hana
Dalam Islam, puasa Ramadan adalah salah satu perintah syariat, sehingga wajib dilaksanakan. Di luar puasa wajib (Ramadan) itu, ada juga puasa-puasa sunnah di hari-hari atau pada bulan-bulan tertentu.
Di luar nilai ibadah (pahala) yang didapat, ternyata puasa juga sangat bermanfaat bagi kesehatan fisik, juga berdampak positif terhadap kesehatan mental (psikis).
Pada kesempatan ini, penulis akan membahas fenomena marah, yang menjadi komponen penting dari respons emosional terhadap sebagian besar perilaku kriminal di era kekinian. apalagi bagi anak remaja.
Masa remaja, disebut sebagai masa perubahan dari masa anak mendekati perkembangan dewasa, dimulai dari usia 12 – 18 tahun, dan berakhir pada usia 20-an. Perubahan sosial, psikologis, dan hormonal, biasanya terjadi pada masa remaja (pubertas) ini.
Perubahan itu bisa berdampak pada perilaku remaja, yang sulit dipahami dan sering disebut sebagai periode yang penuh dengan tantangan.
Remaja mengalami periode badai dan tekanan emosi, yang dapat disebabkan oleh dorongan untuk bertindak dalam kondisi tertentu, dan ditunjukkan (diwujudkan) melalui ekspresi yang bersemangat dan merasa bertanggung jawab atas pilihannya.
Selain itu, perubahan fisik, tekanan sosial, dan kurangnya perhatian orang tua, adalah sumber munculnya sikap emosional remaja.
Bedasarkan data riset kesehatan pada 2023, disebutkan bahwa gejala kecemasan dan depresi pada remaja berusia 15 tahun ke atas, dapat dipandang sebagai gejala gangguan mental – emosional.
Keterbatasan akademik, penghinaan, keluarga, masalah ekonomi dan kematangan emosi remaja yang belum stabil, mempengaruhi depresi dan kecemasan remaja, menjadi faktor-faktor yang menjadi penyebab gangguan mental – emosional.
Untuk itu, dibutuhkan upaya-upaya dan strategi membentuk kematangan emosi remaja, melalui bimbingan-bimbingan dan perhatian yang baik dari orang tua serta orang-orang dewasa di sekitarnya. Sebab, pengalaman traumatik, jenis kelamin, temperamen, pola asuh orang tua dan milieu (lingkungan), sangat berpengaruh dalam perkembangan jiwa anak.
Nah, puasa ternyata bisa menjadi adalah cara yang baik untuk melatih kematangan emosi remaja. Dengan berpuasa, emosi seorang anak remaja bisa terkontrol.
Hal itu berangkat dari spirit al Quran Surat Al-Baqarah ayat 183: “Wahai orang yang beriman, diwajibkan atas kamu semua (yang beriman) berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa’’.
Logikanya, orang yang berpuasa tidak akan mudah terjerumus dalam tipu daya oleh hasutan, karena mereka akan dilindungi dengan iman dan takwa yang kuat. Dengan demikian, puasa akan menjaga seseorang (anak) dari berbuat tidak baik, dan mendekatkannya kepada kebaikan-kebaikan, sehingga hati dipenuhi dengan keikhlasan dan ketenangan.
Maka dalam dunia santri, sangat biasa dengan tradisi riyadhah (puasa), dengan harapan diberi kemudahan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalan belajar, menumbuhkan kesabaran, keikhlasan dan mendekatkannya pada kebaikan-kebaikan.
Dengan kata lain, puasa dan riyadhoh-riyadhoh yang sering dilakukan santri, bisa menjadi salah satu solusi dalam mengendalikan emosi anak-anak remaja (generasi muda) yang masih labil secara emosi dan menata hati agar lebih tertata dan tenang. Wallahu a’lam. (*)
Muammad Aufal Hana,
Penulis adalah alumnus Pondok Pesantren Tasywiqul Furqon Kajeksan, Kota, Kudus dan sedang sedang menempuh studi pada Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam (Prodi BKI) pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam (FDKI) IAIN Kudus.